Senin, 11 Oktober 2010





















ulis...

11 OKTOBER 2010
Aceh Selatan, Akulturasi Budaya, Alam dan Legenda yang Mempesona
Long Weekend, rasanya gak etis kalo gak sedikit menyempatkan waktu sejenak, mengetik apa yang perlu diketik, menggerakkan kursor touchpad dan membuka buka folder yang ada di komputer. Sambil mikir, berapa lama ya udah gak nulis? Terakhir nulis tentang perjalanan keliling Aceh yang sangat tidak bisa terlupakan, yang tertulis dengan rapi dengan segala macam perasaan yang campur aduk, hha. Itulah tulisan, kita bisa mencampuradukkan segala macam perasaan dalam antrian kata. Dari pada merokok, dan nongkrong di warung kopi gak jelas (kecuali dengan teman2), mending menyalurkan pengalaman dan pengetahuan lewat tulisan, bisa dibaca banyak orang, dapat banyak teman dan …

Pengalaman yang masih ada dalam bayangan hingga sekarang adalah saat 2 hari berada di Aceh Selatan, saat dalam misi keliling Aceh ( lihat Cerita Keliling Aceh ), melewati kota-kota pantai yang penuh pesona sebelum sampai ke ibukota Tapaktuan, dan menikmati gunung-gunung super terjal setelah melewati ibukota Tapaktuan. Setidaknya bisa diambil pelajaran pertama, Allah memberikan keadilan untuk alam tapaktuan, pantai di utara dan barat, serta gunung di selatan dan timur..





Aceh Selatan, Kabupaten dengan luas sekitar 4500 km persegi, dulunya adalah bagian dari kabupaten Aceh Barat, sebelum tahun 1956. Dan tahun 2002, Kabupaten Aceh Selatan dipecah lagi menjadi 3 yaitu Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Seterusnya adalah kota Subulussalam. Secara administratif, kebupaten ini punya 16 kecamatan, 43 mukim dan 247 gampong (kampung). Penduduknya gak lebih dari 300.000 orang ( gak tau siapa yang ngitung, pokoknya ini data dari BPS). Dengan topografi yang lumayan tinggi, Aceh Selatan mempunyai iklim yang basah dengan suhu berkisar dari 26-31 derajat celcius. Cukup dingin jika dibandingkan dengan banda Aceh, hhe..





Membahas Aceh Selatan, gak sah jika tidak membahas legenda yang ada dan sudah turun temurun diceritakan pada warga Tapaktuan. Ceritanya dulu hidup sepasang naga yang datang dari negeri China. Mereka diusir oleh raja, karena tidak mempunyai anak. Namun karena mereka terus berdoa, akhirnya mereka mendapatkan seorang bayi wanita yang hanyut terapung-apung ditengah lautan. Bayi perempuan itu dinamakan Putri Bungsu dan mereka asuh sampai Bungsu meranjak dewasa. Pada satu ketika, munculah kedua orang tua sang bayi dari kerajaan Asralonaka di Pesisir India Selatan untuk mencari bayinya yang telah hilang selama 17 tahun. Sehingga terjadilah pertengkaran antar kedua pasangan ini… (pasangan ganda campuran)

Saat itu muncul pula manusia besar dari Goa Kalam bernama Tuan Tapa, ia meminta kesediaan naga untuk mengembalikan anaknya ke pangkuan orang tua asli sang Putri. Namun, sang Naga enggan memberikan, malah ia mengajak tuan tapa untuk beradu kekuatan, namun akhirnya sang naga kalah oleh libasan tongkat tuan tapa dan putri Bungsu kembali kepada orang tuanya. Karena marah, sang naga betina melarikan diri ke China sambil membelah sebuah pulau di daerah Bakongan, yang kini dikenal dengan nama pulau dua (Emang kelihatan pulau yang mirip dibelah, hha). Gak sampai disitu aja, sang naga memporak-poranda kan sebuah pulau menjadi ratusan pulau yang kini dikenal dengan nama pulau banyak.











Bekas naga yang mati dilibas, hati dan tubuh naga yang hancur berkeping-keping masih dapat dilihat dalam bentuk batu di Tapaktuan. Masyarakat mengenalnya dengan nama batu merah dan batu hitam. Peninggalan sang tuan tapa pun masih ada, telapak kaki, tongkat, peci, dan makam nya pun masih ada di kota Tapaktuan. Sejarah lengkap kota Tapaktuan ini ditulis oleh Darul Qutni yang diterbitkan tahun 2002 yang masih tersimpan di perpustakaan Daerah di Kantor Gubernur NAD. Di buku itu menceritakan bagaimana sang naga merawat anaknya hingga terjadinya pertengkaran. Tapi buku ini saya liat sih berjenis fiksi..





Oke, sekarang kita bahas objek wisatanya, toh tulisan yang biasa saya buat tentang Aceh, gak lepas dari sejarah dan tempat-tempat menariknya, hhe. Di Aceh Selatan ada Kawasan Air Dingin yang dialiri oleh sebuah anak sungai yang memiliki satu pucuk dengan Sungai Tuwi Lhok dan berhulu dari Taman Gunung Lauser ke Samudera Hindia. Di sini ada air terjun dengan pemandian alami yang bisa terlihat dari perjalanan Blangpidie – Tapaktuan, tepatnya di desa Batee Tunggai Samadua. Sebuah kombinasi antara panorama pegunungan dan bentang laut lepas dengan garis pasir putih bak permadani, lebih indah pada saat kita ingin melihat sunset, merasakan indahnya lukisan sang pencipta, melebihi karya manusia manapun di dunia ini, tak ada yang dapat menyangkal..



Ada juga objek wisata Gunung Lampu, di tempat ini terdapat bekas telapak kaki Tuan Tapa, sekitar 50 meter disampingnya, juga terdapat bekas batuan yang dipercaya sebagai peci-nya sang tuan. Inilah asal mula penamaan kota ini yang bernama Tapaktuan. Ada pula wisata Pulau Dua yang ada di Bakongan, bisa dilihat dari lepas pantai Ujung Pulo Cut dan Ujung Pulo Rayeuk. Selain bisa menikmati desriran ombak di pantai dan pemandangan 2 pulau, kita juga disuguhi keindahan pasir putih dan karang laut di pantainya, edan…



Tempat menarik lainnya adalah genting buya atau yang biasa disebut danau tsunami, ya karena danau ini secara gak langsung meluas karena adanya gelombang tsunami, tapi tidak seberapa besar gelombangnya, pantainya dihiasi pohon cemara yang setia menunggu gulungan ombak samudera hindia datang menghampiri. Trus ada juga batu berlayar dan batu Sumbang, letaknya di daerah Gunong Cut, Samadua. Di batu ini pun ada legenda tentang pertarungan Raja Ngang dan Tuan Hilang. Tempat paling populer pastinya adalah pemandian Ie Seujuk Panjupitan, air yang keluar dari bebatuan kaki bukit sangat bening dan dingin. Trus, ada pula air terjun Twi Lhok, yang letaknya di desa Sawang, sekitar 300an meter dari jalan negara, ketinggian air terjun yang mencapai 8 meter membuat masyarakat aceh selatan banyak menggunakan tempat jatuh air terjun ini untuk pemandian liburan, dan ibadah.



Aceh Selatan juga terkenal dengan oleh-oleh buah Pala nya.. masyarakat sekitar mengolah buah pala menjadi berbagai macam produk, ada yang dibuat sirup, manisan, minyak pala, kue pala, dodol pala. Buah yang punya bahasa latin Myristica Fragrans Houtt ini adalah bagian penting dalam perdagangan Belanda dan Portugis jaman dulu sebagai bagian dari rempah-rempah. Khasiatnya banyak, selain untuk bahan masakan, pala juga cocok untuk obat magh, insomnia, kencing manis, hiperaktif untuk anak-anak dan lain-lain. Daerah yang paling banyak menghasilkan pala adalah daerah Meukek dan sekitarnya. Dan dengan bangga saya menyatakan, saya sudah merasakan semua produk-produk dari buah pala, kecuali minyak pala, hhe.. cendramata dari istri wakil bupati aceh selatan.. makasih ibu…



Hasil kebun dan tani yang lain yang ada di Aceh Selatan adalah Nilam, pinang dan juga Madu di daerah Trumon, banyak juga pendatang dari luar daerah ke Aceh selatan membeli Madu di sepanjang jalan daerah Trumon (menuju Subulussalam), atau ya ke Subulussalam banyak juga yang menjual madu asli. Aceh Selatan juga terkenal dari hasil perikanan, karena memang terletak di pinggir laut, dan sebagian besar mata pencaharian warga adalah nelayan. Malah di Aceh Selatan akan dibangun Politeknik yang berbasis pengolahan perikanan, masih dalam proyek katanya, hhe…



Kota Tapaktuan, berbeda sekali dengan daerah di Provinsi NAD yang lainnya. Apabila di daerah-daerah lain di NAD kita akan menjumpai banyak warung kopi, maka di Tapaktuan kita bakal kesulitan mencari warung kopi. Beberapa warung kopi hanya buka pada pagi hari. Kebiasan nongkrong di warung kopi pun tidak terlihat disini. Pejabat pemerintahan rasanya juga lebih kerasan berada di dalam kantor disaat jam kerja. Ini yang saya salut dari orang-orang di Tapaktuan. Karena saat saya ke Tapaktuan juga dalam rangka dinas, kerja sama pegawai negeri di Tapaktuan layak untuk saya acungkan jempol, mereka bekerja sangat profesional, membantu masyarakat, apalagi untuk urusan pendidikan.



Selain Tapaktuan bisa dijangkau dari arah Banda Aceh, setelah bertemu dengan Meulaboh (lihat Sejarah Meulaboh) dan Blangpidie, perjalanan akan ditemani barisan Sawit dan diakhiri dengan aroma pantai lautan Hindia.. bisa juga dari arah Medan, melewati Subulussalam dengan ditemani perbukitan dan panorama laut dari ketinggian bukit yang sangat indah... keluar dan masuk Tapaktuan, kita akan diberikan kenikmatan pemandangan yang luar biasa...





Bahasa percakapan sehari-hari di Tapaktuan pun lebih beragam. Selain bahasa Aceh, warga Tapaktuan juga banyak yang menggunakan bahasa melayu dan bahasa minang (Sumatera Barat), juga tidak sedikit yang pandai berbahasa jawa, karena memang mereka banyak yang berasal dari daerah luar. Orang aceh menyebut bahasa ini dengan nama Bahasa Jamee (tamu). Keberagaman Agama dan Suku di Tapaktuan sangat penuh dengan Toleransi, kayaknya akan betah banget kita tinggal di Tapaktuan. Semoga Tapaktuan bisa lebih maju dari kota-kota lainnya di Aceh.



Ah, indah banget merasakan Keberagaman di Aceh Selatan, Akulturasi Budaya, Alam dan Legenda yang Mempesona membuat saya merasa ingin lagi pergi kesana, tidak dalam rangka dinas, tapi liburan.. untuk menjejakkan kaki pertama kali di Tapaktuan, lumayanlah bisa mengetahui sebagian besar apa dan bagaimana Tapaktuan, untuk kali kedua, mana tau ketemu jodoh di tapaktuan, hhe…


Wait for me Tapaktuan in the Second Destination…

Aceh loen sayang

Budaya Aceh

Rapa'i, Tari saman, Tari seudati, Likok puloe. Peusijuk, meugang. Kata-kata ini merupakan sedikit dari banyaknya budaya yang ada di Aceh. Aceh memiliki sangat banyak budaya, sehingga membuat turis dari luar negeri datang Aceh khusus untuk melihat sekaligus menerawang budaya yang ada di Aceh. Namun sangat disayangkan, budaya-budaya Aceh sekarang semakin pudar karena masuknya budaya-budaya dari luar. oleh sebab itu, kita sebagai generasi penerus harus mempertahankan budaya-budaya aceh. Dan juga mencegah datangnya budaya-budaya asing di Nanggroe kita tercinta ini.

CERITA RAKYAT

Cerita rakyat adalah unsur budaya yang menyatu dengan kehidupan rakyat dari daerah bersangkutan

, ini adalah unsur penting yang memelihara keberadaan untuk bahasa dan sastra daerah dan juga nusur tarian, yang pada gilirannya ikut menaikkan harakat kebudayaan Nasional. Pada dasarnya cerita rakyat dan hikayat Aceh bernafaskan agama Islam, sebagai contoh, Hikayat Perang Sabil, Hikayat Aceh Barulkarim dll.
Di Aceh berhasil digali 80 buah cerita rakyat, yang terdapat dalam bahasa Aceh, Gayo, Jame, Tamiang dan Simeuleu. Beberapa cerita tampaknya memang berasal dari akar masa sebelum budaya kental dengan penuh pengaruh Islam, dimana pengaruh dukun masih ditampilkan.

SENI TRADISIONAL ACEH

Kita ketahui bahwa salah satu seni tradisional Aceh adalah tari.

Ciri-ciri tari tradisional Aceh terbias dari:
-Berwajah Islam
-Pada mulanya hanya dilakukan dalam upacara-upacara tertentu yang bersiafat ritual, bukan kantoran
-Kombinasi yang serasi antara Tari, musik dan sastra
-Ditarikan secarra masal(orang banyak) tetapi menggunakan arena secara terbatas.
-Pengulangan gerakan monoton dalam pola gerak yang sederhana yang dilakukan berkali-kali
-Masa penyajian yang memakan waktu panjang.

Dari sekian banyak tari taradisional Aceh yang banyak dikenal, maka Tari Seudati dan Tari Saman (berasal dari gayo luwes) sudah sangat dikenal di dalam dan luar negeri yang dikenal juga sebagai tarian "Tangan Seribu)". Di samping tarian yang berlatar belakang adat-agama eperti di uraikan tersebut di atas, terdapat juga tarian yang berlatar belakang cerita rakyat (mitos-legenda) yang telah berkembang sebelum Islam masuk ke Aceh.
Secara keseluruhan Aceh kaya akan jenis tarian, dari hasil lokakarya DEPDIKBUD tahun 1981, tercatat tidak kurang 52 jenis tarian Aceh yang sejauh ini dikenal.
Beberapa tari yang dikenal antara lain:
Seudati, yang merupakan tarian tradisional yang berciri Timur Tengah. Dalam hal ini dikenal Seudati agam(laki-laki) dan Seudati inong(perempuan). Tari ini dimainkan dalam keadaan berdiri dan meneouk perut yang menghasilkan sebuah musik.
Saman, tari yang dibawakan bersama-sama dalam satu grup dalam posisi duduk berbanjar. Tari ini diiringi syair-syair yang mengajarkan kebajikan. Tarian ini berasal dari Aceh Tenggara. Tari lain yang mirip dengan tari ini adalah Tari Didong dari Aceh Tengah.
Ramphak, tarian yang menggambarkan sikap kepahlawanan wanita-wanita pejuang Aceh dalam peperangan mengusir penjajah.
Rapa'i, tarian ini dibawakan oleh sekurang-kurangnya 7 orang dan maksimalnya 17 pemain. Jenis tarian ini berasal dari Aceh Selatan. Tarian ini dimainkan dalam posisi duduk berbanjar dan menggunakan rapa'i. Di dalam tarian ini, ne berisikan zikir, kisah, dan atraksi. Rapa'i sebelumnya berasal dari seorang 'Tokoh Arab' yang singah di Aceh selatan yang bernama Rapa'i. Dia menyebarkan agama Islam dengan menggunakan Tamborin pada saat itu. Setelah itu dikembangkanlah menjadi seni tari yang unik. Bisanya tarian ini banyak digunakan pada saat acara-acara besar seperti Isra' Mi'raj, maulid Nabi, pertemuan-pertemuan, dll. D dalam tarian Rapa'i gerakan-gerakan yang menggambarkan kehidupan Aceh sendiri. Dalam setiap gerakannya memiliki makna tersendiri, di antaranya saling berpegangan tangan dengan kuat. Dan gerakan yang dilakukan secara berselang-seling. Tarian Rapa'i pada awalnya dimulai dengan tahap lamban, dan lama-kelamaan akan semakin cepat, dan berhenti ketika habis lagunya, selanjutnya disambung dengan lagu berikutnya. Tarian rapa'i ini tidak hanya dimainkan oleh pemain saja, tetapi juga memiliki "Syech" atau biasa disebut dengan "yang menyanyikan lagu". Lagu yang dibawakan oleh Syech tersebut dinyanyikan bergantian antara Syech dan pemain. Kolaborasi ini harus kompak antara Syech dan pemainnya, kalau tidak akan kacau. Disamping itu Syech harus memiliki vokal suara yang bagus dan kental acehnya. Kalau tidak, idak akan tampak etnik Acehnya.

Demikianlah sedikit dari banyaknya budaya-budaya Aceh. Saya yang menulis berharap agar kita tetap terus mengembangkannya.